KD 02 REGULASI HUMAS // PART 1: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2008
TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa informasi
merupakan kebutuhan pokok setiap
orang bagi pengembangan pribadi dan lingkungan sosialnya serta
merupakan bagian penting bagi ketahanan nasional;
b. bahwa hak memperoleh informasi
merupakan hak asasi
manusia dan keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri penting negara demokratis
yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk
mewujudkan penyelenggaraan negara
yang baik;
c.
bahwa keterbukaan informasi publik merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan Badan Publik
lainnya dan segala sesuatu yang berakibat
pada kepentingan publik;
d.
bahwa pengelolaan informasi publik
merupakan salah satu
upaya untuk mengembangkan
masyarakat informasi;
e. bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d,
perlu membentuk
Undang-Undang tentang Keterbukaan Informasi Publik;
Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 F, dan Pasal 28 J Undang- Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
M E M U T U S K A N:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK.
BAB I …
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud
dengan:
1. Informasi
adalah
keterangan,
pernyataan,
gagasan,
dan tanda-tanda yang mengandung
nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya
yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan
format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi
dan komunikasi secara elektronik ataupun nonelektronik.
2. Informasi
Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola,
dikirim, dan/atau diterima oleh
suatu badan publik yang berkaitan
dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan
badan publik lainnya yang sesuai dengan Undang-Undang
ini serta informasi lain yang berkaitan
dengan kepentingan publik.
3. Badan Publik adalah lembaga
eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas
pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan
negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau
Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah, atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau
seluruh dananya
bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan
masyarakat, dan/atau luar negeri.
4. Komisi
Informasi adalah
lembaga
mandiri
yang berfungsi menjalankan Undang-Undang
ini dan peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan
informasi publik dan menyelesaikan sengketa informasi
publik melalui mediasi dan/atau
ajudikasi nonlitigasi.
5. Sengketa Informasi
Publik
adalah
sengketa yang terjadi antara badan publik dan pengguna informasi publik yang berkaitan dengan hak memperoleh dan menggunakan informasi berdasarkan perundang- undangan.
6. Mediasi
…
6. Mediasi
adalah
penyelesaian sengketa informasi publik antara para pihak melalui bantuan
mediator komisi informasi.
7. Ajudikasi
adalah proses penyelesaian sengketa
informasi publik antara para pihak yang
diputus oleh komisi informasi.
8. Pejabat Publik adalah orang
yang
ditunjuk dan diberi tugas
untuk menduduki posisi atau jabatan tertentu pada badan publik.
9. Pejabat Pengelola Informasi
dan Dokumentasi adalah pejabat yang bertanggung jawab di bidang penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan/atau pelayanan
informasi di badan
publik.
10.
Orang adalah orang perseorangan, kelompok orang, badan hukum, atau badan publik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
11. Pengguna Informasi Publik adalah
orang
yang menggunakan informasi publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
12.
Pemohon Informasi Publik adalah
warga
negara dan/atau badan hukum Indonesia yang mengajukan
permintaan informasi publik
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Bagian Kesatu
Asas
Pasal 2
(1) Setiap Informasi Publik
bersifat
terbuka
dan
dapat
diakses oleh setiap Pengguna Informasi Publik.
(2) Informasi Publik yang dikecualikan bersifat ketat dan terbatas.
(3) Setiap Informasi Publik harus dapat diperoleh
setiap Pemohon Informasi Publik dengan cepat dan tepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhana.
(4) Informasi …
(4)
Informasi Publik yang dikecualikan bersifat
rahasia sesuai dengan Undang-Undang, kepatutan, dan kepentingan umum didasarkan pada pengujian tentang konsekuensi yang timbul apabila suatu
informasi diberikan kepada masyarakat
serta setelah dipertimbangkan dengan saksama bahwa menutup
Informasi Publik dapat melindungi kepentingan yang lebih besar daripada membukanya atau sebaliknya.
Bagian Kedua
Tujuan
Pasal 3
Undang-Undang ini bertujuan untuk:
a. menjamin
hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan
keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik;
b. mendorong partisipasi masyarakat dalam
proses pengambilan kebijakan
publik;
c.
meningkatkan peran aktif
masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik;
d. mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang
transparan, efektif dan efisien,
akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan;
e.
mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak;
f. mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa;
dan/atau
g. meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi
di lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.
BAB III …
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN PEMOHON
DAN PENGGUNA INFORMASI
PUBLIK SERTA HAK DAN KEWAJIBAN BADAN PUBLIK
Bagian Kesatu
Hak Pemohon
Informasi Publik
Pasal 4
(1) Setiap Orang berhak memperoleh
Informasi Publik sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.
(2) Setiap
Orang berhak:
a. melihat
dan mengetahui Informasi Publik;
b. menghadiri pertemuan publik yang terbuka untuk umum
untuk memperoleh Informasi Publik;
c.
mendapatkan salinan Informasi Publik melalui permohonan sesuai dengan Undang-Undang ini; dan/atau
d. menyebarluaskan Informasi Publik sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(3) Setiap
Pemohon Informasi Publik berhak mengajukan
permintaan Informasi Publik disertai alasan permintaan tersebut.
(4) Setiap
Pemohon Informasi Publik berhak mengajukan
gugatan ke pengadilan apabila dalam memperoleh
Informasi Publik mendapat hambatan atau kegagalan sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang ini.
Bagian Kedua
Kewajiban Pengguna
Informasi Publik
Pasal 5
(1) Pengguna Informasi Publik wajib menggunakan
Informasi Publik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengguna Informasi Publik wajib mencantumkan sumber dari mana ia memperoleh
Informasi Publik, baik yang digunakan untuk kepentingan
sendiri maupun untuk keperluan
publikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
…
Bagian Ketiga
Hak Badan Publik
Pasal 6
(1) Badan
Publik berhak menolak memberikan
informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Badan
Publik berhak menolak memberikan
Informasi Publik apabila tidak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Informasi
Publik
yang
tidak
dapat
diberikan oleh Badan
Publik, sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah:
a. informasi yang dapat membahayakan negara;
b. informasi yang
berkaitan dengan
kepentingan perlindungan usaha dari persaingan usaha tidak
sehat;
c.
informasi yang berkaitan
dengan hak-hak pribadi;
d. informasi yang berkaitan dengan rahasia jabatan;
dan/atau
e. Informasi Publik yang diminta belum dikuasai atau didokumentasikan.
Bagian Keempat
Kewajiban Badan Publik
Pasal 7
(1)
Badan Publik wajib menyediakan,
memberikan
dan/atau menerbitkan Informasi Publik
yang berada di bawah kewenangannya
kepada Pemohon Informasi Publik,
selain informasi yang dikecualikan
sesuai dengan ketentuan.
(2)
Badan
Publik
wajib
menyediakan Informasi
Publik
yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan.
(3)
Untuk melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Badan Publik harus membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola
Informasi Publik secara baik dan efisien
sehingga dapat diakses dengan mudah.
(4) Badan …
(4) Badan Publik wajib membuat pertimbangan secara tertulis setiap
kebijakan yang diambil
untuk
memenuhi hak setiap Orang atas Informasi Publik.
(5) Pertimbangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) antara lain memuat pertimbangan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau pertahanan dan keamanan negara.
(6)
Dalam rangka memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) Badan
Publik dapat memanfaatkan sarana dan/atau media elektronik dan nonelektronik.
Pasal 8
Kewajiban Badan Publik yang berkaitan
dengan kearsipan dan pendokumentasian Informasi Publik dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
BAB IV
INFORMASI YANG WAJIB DISEDIAKAN DAN DIUMUMKAN
Bagian Kesatu
Informasi yang Wajib Disediakan dan Diumumkan Secara
Berkala
Pasal 9
(1) Setiap
Badan Publik wajib mengumumkan Informasi
Publik secara
berkala.
(2) Informasi Publik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a.
informasi yang berkaitan
dengan Badan Publik;
b. informasi mengenai kegiatan dan kinerja
Badan
Publik terkait;
c.
informasi mengenai
laporan keuangan; dan/atau
d. informasi
lain
yang diatur
dalam
peraturan
perundang-undangan.
(3) Kewajiban memberikan dan menyampaikan Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada
ayat
(2) dilakukan paling singkat 6 (enam) bulan sekali.
(4)
Kewajiban menyebarluaskan Informasi
Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan dengan
cara yang mudah dijangkau
oleh masyarakat dan dalam bahasa yang mudah dipahami.
(5) Cara-cara …
(5) Cara-cara sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
ditentukan lebih lanjut oleh Pejabat Pengelola
Informasi dan Dokumentasi
di Badan Publik terkait.
(6)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai kewajiban Badan Publik
memberikan dan menyampaikan Informasi Publik secara berkala sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan
Petunjuk Teknis Komisi
Informasi.
Bagian Kedua
Informasi yang Wajib Diumumkan secara
Serta-merta
Pasal 10
(1) Badan Publik wajib mengumumkan
secara
serta-
merta suatu informasi yang dapat mengancam
hajat hidup orang banyak
dan ketertiban umum.
(2)
Kewajiban menyebarluaskan Informasi
Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan
dengan cara yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan dalam bahasa yang mudah dipahami.
Bagian Ketiga
Informasi yang Wajib Tersedia
Setiap Saat
Pasal 11
(1)
Badan Publik wajib menyediakan
Informasi Publik setiap saat yang meliputi:
a. daftar seluruh Informasi Publik
yang
berada
di
bawah penguasaannya,
tidak termasuk informasi yang dikecualikan;
b. hasil
keputusan Badan Publik dan
pertimbangannya;
c.
seluruh
kebijakan
yang
ada
berikut
dokumen
pendukungnya;
d.
rencana kerja proyek
termasuk di
dalamnya perkiraan pengeluaran tahunan Badan Publik;
e. perjanjian Badan Publik dengan
pihak ketiga;
f.
informasi dan kebijakan yang disampaikan Pejabat
Publik
dalam
pertemuan
yang
terbuka
untuk
umum;
g. prosedur
kerja
pegawai
Badan
Publik
yang
berkaitan dengan pelayanan masyarakat; dan/atau h. laporan …
h. laporan
mengenai pelayanan akses
Informasi
Publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
ini.
(2) Informasi Publik yang telah dinyatakan terbuka
bagi masyarakat berdasarkan
mekanisme keberatan dan/atau penyelesaian
sengketa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48, Pasal 49, dan Pasal 50 dinyatakan sebagai Informasi Publik yang dapat diakses oleh Pengguna Informasi Publik.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata
cara
pelaksanaan kewajiban Badan Publik menyediakan
Informasi Publik yang dapat diakses oleh Pengguna Informasi Publik
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Petunjuk
Teknis Komisi Informasi.
Pasal 12
Setiap tahun Badan Publik wajib mengumumkan layanan informasi, yang meliputi:
a. jumlah permintaan informasi yang diterima;
b. waktu
yang
diperlukan
Badan
Publik
dalam
memenuhi setiap permintaan informasi;
c. jumlah
pemberian
dan
penolakan
permintaan
informasi; dan/atau
d. alasan penolakan permintaan informasi.
Pasal 13
(1)
Untuk mewujudkan
pelayanan cepat, tepat, dan sederhana setiap Badan Publik:
a. menunjuk
Pejabat Pengelola Informasi
dan
Dokumentasi; dan
b. membuat dan mengembangkan
sistem penyediaan layanan informasi secara cepat, mudah, dan wajar
sesuai dengan petunjuk teknis standar layanan
Informasi Publik yang berlaku secara
nasional.
(2)
Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dibantu oleh pejabat fungsional.
Pasal 14 …
Pasal 14
Informasi Publik yang wajib disediakan oleh Badan Usaha Milik Negara,
Badan Usaha Milik Daerah dan/atau
badan usaha lainnya yang dimiliki oleh negara
dalam Undang- Undang ini adalah:
a. nama
dan tempat kedudukan, maksud dan
tujuan serta jenis kegiatan
usaha, jangka waktu pendirian,
dan permodalan, sebagaimana tercantum dalam
anggaran dasar;
b. nama
lengkap pemegang saham, anggota direksi, dan anggota dewan komisaris perseroan;
c. laporan tahunan, laporan
keuangan, neraca laporan laba rugi, dan laporan
tanggung jawab sosial perusahaan yang telah diaudit;
d.
hasil penilaian oleh auditor
eksternal, lembaga pemeringkat kredit dan lembaga
pemeringkat lainnya;
e. sistem dan alokasi dana remunerasi anggota komisaris/dewan pengawas
dan direksi;
f. mekanisme
penetapan direksi dan komisaris/dewan pengawas;
g. kasus hukum yang berdasarkan Undang-Undang terbuka sebagai Informasi Publik;
h. pedoman pelaksanaan tata kelola
perusahaan yang baik berdasarkan prinsip-prinsip transparansi,
akuntabilitas, pertanggungjawaban,
kemandirian, dan kewajaran;
i. pengumuman penerbitan efek yang bersifat utang; j.
penggantian akuntan yang mengaudit
perusahaan; k. perubahan tahun fiskal perusahaan;
l. kegiatan
penugasan pemerintah dan/atau kewajiban pelayanan umum atau subsidi;
m. mekanisme pengadaan barang dan jasa; dan/atau
n. informasi
lain yang ditentukan oleh Undang-Undang
yang berkaitan dengan Badan Usaha Milik Negara/ Badan Usaha Milik Daerah.
Pasal 15
Informasi Publik
yang wajib disediakan oleh partai politik dalam Undang-Undang ini adalah:
a.
asas
dan tujuan;
b. program
…
b. program umum dan kegiatan
partai politik;
c. nama, alamat dan susunan kepengurusan dan perubahannya;
d. pengelolaan dan penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
e. mekanisme pengambilan keputusan partai;
f.
keputusan partai yang berasal dari hasil
muktamar/kongres/munas dan/atau keputusan
lainnya yang menurut anggaran dasar dan anggaran
rumah tangga partai terbuka untuk umum; dan/atau
g. informasi lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang yang berkaitan
dengan partai politik.
Pasal 16
Informasi
Publik
yang wajib disediakan oleh organisasi
nonpemerintah dalam Undang-Undang ini adalah:
a. asas
dan tujuan;
b. program dan kegiatan organisasi;
c.
nama, alamat, susunan kepengurusan,
dan
perubahannya;
d. pengelolaan dan penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat,
dan/atau sumber
luar negeri;
e. mekanisme pengambilan keputusan organisasi;
f. keputusan-keputusan organisasi; dan/atau
g. informasi
lain yang ditetapkan oleh peraturan
perundang-undangan.
BAB V
INFORMASI YANG DIKECUALIKAN
Pasal 17
Setiap Badan Publik wajib membuka
akses bagi setiap Pemohon Informasi
Publik untuk mendapatkan Informasi Publik, kecuali:
a.
Informasi Publik
yang apabila dibuka dan diberikan
kepada Pemohon
Informasi Publik dapat menghambat proses penegakan hukum, yaitu informasi yang dapat:
1. menghambat …
1. menghambat proses penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana;
2. mengungkapkan identitas informan, pelapor,
saksi, dan/atau korban yang mengetahui adanya tindak pidana;
3. mengungkapkan data
intelijen kriminal dan rencana-rencana yang berhubungan dengan pencegahan dan penanganan
segala bentuk kejahatan transnasional;
4. membahayakan keselamatan dan
kehidupan penegak hukum dan/atau keluarganya; dan/atau
5. membahayakan keamanan peralatan, sarana, dan/atau prasarana penegak hukum.
b. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik
dapat mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan
intelektual dan perlindungan
dari persaingan usaha tidak sehat;
c. Informasi
Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi
Publik dapat membahayakan
pertahanan dan keamanan negara, yaitu:
1. informasi tentang strategi, intelijen, operasi, taktik dan teknik yang berkaitan
dengan penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara, meliputi
tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran
atau evaluasi dalam kaitan dengan ancaman
dari dalam dan luar negeri;
2. dokumen yang memuat tentang strategi, intelijen,
operasi, teknik dan taktik yang berkaitan dengan penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan
negara yang meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran atau evaluasi;
3. jumlah,
komposisi, disposisi,
atau
dislokasi kekuatan dan kemampuan dalam penyelenggaraan sistem pertahanan
dan keamanan negara serta rencana pengembangannya;
4. gambar
dan data tentang
situasi dan keadaan pangkalan dan/atau
instalasi militer;
5. data …
5. data perkiraan kemampuan militer
dan pertahanan negara lain terbatas pada segala
tindakan dan/atau indikasi negara tersebut
yang dapat membahayakan
kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan/atau
data terkait kerjasama militer dengan negara lain yang
disepakati dalam perjanjian tersebut sebagai rahasia atau sangat rahasia;
6.
sistem persandian negara;
dan/atau
7. sistem intelijen negara.
d. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat
mengungkapkan kekayaan alam Indonesia;
e. Informasi
Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon
Informasi Publik, dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional:
1. rencana
awal pembelian dan penjualan mata uang nasional atau asing, saham dan aset vital
milik
negara;
2. rencana
awal perubahan nilai tukar, suku bunga, dan
model operasi institusi keuangan;
3. rencana
awal
perubahan suku bunga bank,
pinjaman pemerintah, perubahan pajak, tarif, atau pendapatan negara/daerah lainnya;
4. rencana awal penjualan atau pembelian
tanah atau properti;
5. rencana
awal investasi asing;
6. proses dan hasil pengawasan perbankan, asuransi, atau lembaga keuangan
lainnya; dan/atau
7. hal-hal
yang berkaitan dengan proses pencetakan uang.
f. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik,
dapat merugikan kepentingan hubungan
luar negeri:
1. posisi, daya tawar dan strategi yang akan dan telah
diambil oleh negara dalam hubungannya dengan negosiasi internasional;
2. korespondensi diplomatik antarnegara;
3. sistem
komunikasi dan
persandian yang dipergunakan dalam menjalankan hubungan internasional; dan/atau
4. perlindungan …
4. perlindungan dan
pengamanan infrastruktur
strategis Indonesia di luar negeri.
g.
Informasi Publik yang apabila
dibuka dapat mengungkapkan
isi akta otentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun
wasiat seseorang;
h. Informasi Publik yang apabila dibuka
dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkap
rahasia pribadi, yaitu:
1. riwayat
dan kondisi anggota
keluarga;
2. riwayat, kondisi
dan
perawatan, pengobatan kesehatan fisik,
dan psikis seseorang;
3. kondisi keuangan, aset, pendapatan, dan rekening bank seseorang;
4.
hasil-hasil evaluasi sehubungan dengan kapabilitas, intelektualitas, dan rekomendasi
kemampuan seseorang; dan/atau
5. catatan
yang menyangkut pribadi seseorang yang
berkaitan dengan kegiatan satuan pendidikan
formal dan satuan pendidikan nonformal.
i. memorandum atau surat-surat antar Badan Publik atau intra Badan Publik, yang menurut sifatnya dirahasiakan kecuali atas putusan Komisi Informasi
atau pengadilan;
j. informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan
Undang-Undang.
Pasal 18
(1)
Tidak termasuk dalam kategori
informasi yang dikecualikan adalah informasi berikut:
a.
putusan badan peradilan;
b. ketetapan, keputusan, peraturan, surat edaran, ataupun bentuk kebijakan lain, baik yang tidak berlaku mengikat maupun
mengikat ke dalam ataupun ke luar serta pertimbangan lembaga penegak hukum;
c. surat perintah
penghentian
penyidikan
atau
penuntutan;
d. rencana pengeluaran tahunan lembaga penegak hukum;
e.
laporan keuangan tahunan lembaga penegak hukum;
f.
laporan …
f. laporan hasil pengembalian
uang
hasil
korupsi;
dan/atau
g.
informasi lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11 ayat (2).
(2)
Tidak termasuk informasi
yang
dikecualikan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf g dan huruf
h, antara lain apabila :
a. pihak
yang
rahasianya diungkap memberikan persetujuan tertulis; dan/atau
b. pengungkapan berkaitan dengan posisi seseorang dalam jabatan-jabatan publik.
(3) Dalam
hal kepentingan pemeriksaan perkara pidana di pengadilan, Kepala Kepolisian Republik Indonesia,
Jaksa Agung, Ketua Mahkamah Agung, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi,
dan/atau Pimpinan Lembaga
Negara Penegak Hukum lainnya yang diberi kewenangan oleh Undang-Undang dapat membuka informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
17 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf
e, huruf f, huruf
i, dan huruf j.
(4) Pembukaan informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan
dengan cara mengajukan permintaan izin kepada Presiden.
(5) Permintaan izin sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) untuk kepentingan
pemeriksaan perkara perdata yang berkaitan
dengan keuangan atau kekayaan
negara di pengadilan, permintaan
izin diajukan oleh Jaksa Agung sebagai pengacara negara kepada Presiden.
(6) Izin tertulis
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), ayat (4),
dan ayat (5) diberikan oleh Presiden
kepada Kepala Kepolisian
Republik Indonesia, Jaksa Agung, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Pimpinan Lembaga Negara Penegak Hukum lainnya, atau Ketua
Mahkamah Agung.
(7) Dengan mempertimbangkan kepentingan pertahanan dan keamanan negara dan kepentingan umum, Presiden dapat menolak permintaan
informasi yang dikecualikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5).
Pasal 19 …
Pasal 19
Pejabat
Pengelola Informasi
dan Dokumentasi di setiap Badan Publik wajib melakukan
pengujian tentang konsekuensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dengan saksama
dan penuh ketelitian
sebelum
menyatakan Informasi Publik tertentu dikecualikan untuk diakses oleh setiap
Orang.
Pasal 20
(1) Pengecualian
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 huruf
a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf
f tidak bersifat permanen.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jangka waktu pengecualian diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
MEKANISME MEMPEROLEH INFORMASI
Pasal 21
Mekanisme untuk memperoleh Informasi Publik
didasarkan pada prinsip cepat, tepat waktu, dan biaya ringan.
Pasal 22
(1) Setiap Pemohon Informasi Publik dapat mengajukan
permintaan untuk memperoleh Informasi Publik kepada Badan Publik terkait
secara tertulis atau tidak
tertulis.
(2) Badan Publik wajib mencatat nama dan alamat Pemohon Informasi Publik,
subjek dan format
informasi serta cara penyampaian
informasi yang diminta oleh Pemohon Informasi Publik.
(3) Badan Publik yang bersangkutan wajib mencatat
permintaan Informasi Publik yang diajukan secara
tidak tertulis.
(4) Badan Publik terkait wajib memberikan tanda bukti penerimaan permintaan Informasi Publik
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (3) berupa nomor pendaftaran pada saat permintaan
diterima.
(5) Dalam
…
(5) Dalam
hal permintaan disampaikan
secara langsung atau melalui surat elektronik,
nomor pendaftaran diberikan saat penerimaan permintaan.
(6)
Dalam hal permintaan disampaikan
melalui surat, pengiriman nomor pendaftaran
dapat diberikan bersamaan dengan pengiriman informasi.
(7) |
Paling lambat 10
(sepuluh) hari
kerja |
sejak |
|
diterimanya permintaan, Badan Publik |
yang |
bersangkutan wajib
menyampaikan
pemberitahuan
tertulis yang berisikan :
a. informasi yang
diminta berada
di
bawah penguasaannya ataupun
tidak;
b. Badan Publik wajib memberitahukan Badan
Publik yang menguasai informasi yang diminta apabila informasi yang diminta tidak berada di bawah penguasaannya dan Badan Publik yang menerima
permintaan mengetahui keberadaan informasi yang diminta;
c.
penerimaan atau penolakan
permintaan dengan alasan yang tercantum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17;
d. dalam hal permintaan
diterima seluruhnya atau sebagian dicantumkan materi informasi yang akan
diberikan;
e. dalam hal suatu dokumen mengandung materi
yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, maka informasi
yang dikecualikan tersebut dapat dihitamkan
dengan disertai alasan dan
materinya;
f.
alat
penyampai
dan
format
informasi
yang akan diberikan; dan/atau
g. biaya serta cara pembayaran untuk memperoleh informasi yang diminta.
(8)
Badan Publik
yang
bersangkutan dapat memperpanjang waktu untuk mengirimkan
pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), paling lambat 7 (tujuh) hari kerja berikutnya
dengan memberikan alasan
secara tertulis.
(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permintaan
informasi kepada Badan Publik diatur
oleh
Komisi Informasi.
BAB VII …
BAB VII KOMISI INFORMASI
Bagian Kesatu
Fungsi
Pasal 23
Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan peraturan
pelaksanaannya menetapkan petunjuk teknis standar
layanan Informasi Publik dan menyelesaikan Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi.
Bagian Kedua
Kedudukan
Pasal 24
(1)
Komisi Informasi terdiri atas Komisi
Informasi Pusat, Komisi Informasi provinsi, dan jika dibutuhkan Komisi Informasi kabupaten/kota.
(2) Komisi Informasi
Pusat
berkedudukan di ibu kota
Negara.
(3)
Komisi Informasi provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi dan Komisi Informasi
kabupaten/kota berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota.
Bagian Ketiga
Susunan
Pasal 25
(1) Anggota Komisi Informasi Pusat berjumlah 7 (tujuh)
orang yang mencerminkan unsur pemerintah dan unsur
masyarakat.
(2) Anggota Komisi Informasi
provinsi dan/atau
Komisi Informasi kabupaten/kota
berjumlah 5 (lima) orang yang mencerminkan unsur pemerintah dan unsur masyarakat.
(3) Komisi Informasi dipimpin
oleh seorang ketua merangkap anggota dan didampingi oleh seorang
wakil ketua merangkap anggota.
(4) Ketua …
(4) Ketua
dan wakil ketua
dipilih dari dan oleh para anggota Komisi Informasi.
(5) Pemilihan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dilakukan dengan musyawarah seluruh anggota Komisi Informasi
dan apabila tidak tercapai
kesepakatan dilakukan pemungutan suara.
Bagian Keempat
Tugas
Pasal 26
(1) Komisi
Informasi bertugas:
a.
menerima, memeriksa, dan
memutus permohonan penyelesaian
Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi yang diajukan
oleh setiap Pemohon Informasi Publik berdasarkan alasan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang
ini;
b. menetapkan kebijakan umum
pelayanan
Informasi Publik;
dan
c. menetapkan petunjuk pelaksanaan
dan petunjuk teknis.
(2) Komisi
Informasi Pusat bertugas:
a. menetapkan
prosedur pelaksanaan penyelesaian sengketa melalui
Mediasi dan/atau Ajudikasi
nonlitigasi;
b. menerima, memeriksa, dan memutus Sengketa Informasi Publik di daerah selama Komisi
Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota belum
terbentuk; dan
c.
memberikan laporan mengenai
pelaksanaan tugasnya berdasarkan
Undang-Undang ini kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia setahun sekali atau sewaktu- waktu jika diminta.
(3) Komisi Informasi
provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota bertugas menerima,
memeriksa, dan memutus Sengketa
Informasi Publik
di
daerah melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi
nonlitigasi.
Bagian Kelima
…
Bagian Kelima
Wewenang
Pasal 27
(1) Dalam menjalankan
tugasnya, Komisi Informasi
memiliki wewenang:
a. memanggil dan/atau mempertemukan para pihak yang
bersengketa;
b. meminta catatan atau bahan yang relevan yang dimiliki oleh Badan Publik terkait untuk mengambil keputusan
dalam upaya menyelesaikan Sengketa
Informasi Publik;
c. meminta keterangan atau menghadirkan pejabat Badan Publik ataupun pihak
yang terkait sebagai
saksi dalam penyelesaian Sengketa Informasi
Publik;
d. mengambil sumpah setiap saksi
yang didengar keterangannya
dalam Ajudikasi nonlitigasi penyelesaian Sengketa Informasi Publik;
dan
e. membuat kode etik yang diumumkan kepada publik sehingga masyarakat dapat
menilai kinerja Komisi
Informasi.
(2)
Kewenangan Komisi Informasi Pusat
meliputi
kewenangan penyelesaian Sengketa
Informasi Publik yang menyangkut Badan Publik pusat dan Badan
Publik tingkat
provinsi dan/atau Badan
Publik tingkat kabupaten/kota selama Komisi Informasi di provinsi atau Komisi Informasi
kabupaten/kota tersebut belum
terbentuk.
(3) Kewenangan Komisi Informasi
provinsi meliputi kewenangan penyelesaian sengketa
yang menyangkut Badan Publik tingkat provinsi
yang bersangkutan.
(4)
Kewenangan Komisi Informasi kabupaten/kota meliputi kewenangan penyelesaian sengketa
yang menyangkut Badan Publik tingkat kabupaten/kota
yang bersangkutan
Bagian Keenam
…
Bagian Keenam
Pertanggungjawaban
Pasal 28
(1) Komisi Informasi
Pusat bertanggung jawab kepada
Presiden dan menyampaikan laporan tentang pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia.
(2)
Komisi Informasi provinsi bertanggung jawab kepada gubernur dan menyampaikan laporan tentang pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi
yang bersangkutan.
(3)
Komisi Informasi kabupaten/kota bertanggung jawab kepada bupati/walikota dan menyampaikan
laporan tentang pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
kabupaten/ kota yang bersangkutan.
(4)
Laporan lengkap Komisi
Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) bersifat
terbuka untuk umum.
Bagian Ketujuh
Sekretariat dan Penatakelolaan Komisi
Informasi
Pasal 29
(1) Dukungan
administratif, keuangan, dan tata kelola Komisi Informasi dilaksanakan oleh sekretariat komisi.
(2)
Sekretariat Komisi
Informasi dilaksanakan oleh
Pemerintah.
(3) Sekretariat Komisi Informasi Pusat dipimpin oleh sekretaris yang ditetapkan oleh Menteri yang tugas
dan wewenangnya di bidang komunikasi dan
informatika berdasarkan usulan
Komisi Informasi.
(4)
Sekretariat
Komisi
Informasi provinsi dilaksanakan oleh pejabat yang tugas dan wewenangnya di bidang komunikasi dan informasi
di tingkat provinsi yang bersangkutan.
(5) Sekretariat …
(5)
Sekretariat Komisi Informasi kabupaten/kota
dilaksanakan oleh pejabat yang mempunyai tugas dan wewenang di bidang komunikasi dan informasi di tingkat kabupaten/kota yang bersangkutan.
(6)
Anggaran Komisi Informasi Pusat dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, anggaran
Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota dibebankan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah
provinsi dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.
Bagian Kedelapan
Pengangkatan dan Pemberhentian
Pasal 30
(1) Syarat-syarat pengangkatan anggota Komisi
Informasi:
a.
warga negara
Indonesia;
b.
memiliki integritas dan tidak tercela;
c. tidak
pernah dipidana karena
melakukan tindak pidana yang
diancam
dengan
pidana
5
(lima)
tahun atau lebih;
d. memiliki
pengetahuan dan pemahaman di bidang
keterbukaan Informasi Publik
sebagai bagian dari
hak asasi manusia dan kebijakan
publik;
e.
memiliki pengalaman dalam
aktivitas Badan
Publik;
f. bersedia melepaskan keanggotaan dan jabatannya dalam Badan Publik
apabila
diangkat
menjadi
anggota Komisi Informasi;
g.
bersedia bekerja
penuh waktu;
h.
berusia paling rendah
35 (tiga puluh lima) tahun;
dan
i. sehat
jiwa dan raga.
(2)
Rekrutmen calon anggota
Komisi Informasi
dilaksanakan oleh Pemerintah secara terbuka, jujur, dan objektif.
(3) Daftar calon
anggota
Komisi
Informasi
wajib
diumumkan kepada masyarakat.
(4)
Setiap Orang berhak mengajukan pendapat dan penilaian
terhadap calon anggota Komisi Informasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan disertai
alasan.
Pasal 31 …
(1)
Calon anggota Komisi Informasi Pusat hasil rekrutmen sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30
ayat (2) diajukan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia oleh Presiden sejumlah 21 (dua puluh
satu) orang calon.
(2)
Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia memilih anggota Komisi Informasi Pusat melalui uji kepatutan dan kelayakan.
(3)
Anggota Komisi
Informasi Pusat yang telah dipilih
oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia selanjutnya ditetapkan oleh Presiden.
Pasal 32
(1) Calon anggota Komisi Informasi
provinsi dan/atau Komisi Informasi
kabupaten/kota hasil rekrutmen
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2)
diajukan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah provinsi dan/atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
kabupaten/kota oleh gubernur dan/atau
bupati/walikota paling sedikit
10 (sepuluh) orang calon
dan paling banyak
15 (lima belas)
orang calon.
(2)
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi dan/atau
kabupaten/kota memilih anggota Komisi Informasi
provinsi dan/atau Komisi Informasi
kabupaten/kota melalui uji kepatutan
dan kelayakan.
(3)
Anggota Komisi Informasi provinsi
dan/atau Komisi Informasi
kabupaten/kota yang telah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi dan/atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota selanjutnya ditetapkan oleh gubernur dan/atau
bupati/walikota.
Pasal 33
Anggota
Komisi Informasi diangkat untuk masa jabatan 4 (empat)
tahun dan dapat diangkat
kembali untuk satu periode berikutnya.
Pasal 34 …
(1)
Pemberhentian
anggota Komisi Informasi dilakukan
berdasarkan keputusan Komisi Informasi sesuai
dengan tingkatannya dan diusulkan
kepada Presiden untuk Komisi Informasi Pusat, kepada gubernur untuk Komisi Informasi
provinsi, dan kepada bupati/walikota untuk Komisi Informasi
kabupaten/kota untuk ditetapkan.
(2) Anggota Komisi Informasi berhenti atau diberhentikan karena:
a.
meninggal dunia;
b. telah habis masa jabatannya;
c. mengundurkan diri;
d.
dipidana dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dengan ancaman pidana paling singkat 5 (lima)
tahun penjara;
e. sakit jiwa dan raga
dan/atau sebab lain yang mengakibatkan yang bersangkutan tidak dapat menjalankan tugas 1 (satu) tahun berturut-turut; atau
f. melakukan tindakan tercela dan/atau melanggar kode etik, yang putusannya ditetapkan oleh Komisi Informasi.
(3)
Pemberhentian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan melalui Keputusan Presiden untuk Komisi Informasi
Pusat, keputusan gubernur untuk Komisi Informasi provinsi, dan/atau keputusan bupati/walikota untuk Komisi Informasi kabupaten/kota.
(4)
Pergantian antarwaktu anggota Komisi Informasi dilakukan oleh Presiden setelah berkonsultasi dengan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
untuk Komisi Informasi Pusat, oleh
gubernur setelah berkonsultasi dengan pimpinan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah provinsi untuk Komisi Informasi
provinsi, dan oleh bupati/walikota
setelah berkonsultasi dengan pimpinan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota
untuk Komisi Informasi kabupaten/kota.
(5) Anggota
…
(5) Anggota
Komisi
Informasi pengganti antarwaktu diambil dari urutan berikutnya
berdasarkan hasil uji kelayakan
dan kepatutan yang telah dilaksanakan sebagai dasar
pengangkatan anggota Komisi Informasi pada periode dimaksud.
BAB VIII
KEBERATAN DAN PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI KOMISI INFORMASI
Bagian Kesatu
Keberatan
Pasal 35
(1) Setiap Pemohon Informasi Publik dapat mengajukan
keberatan secara tertulis kepada atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi
berdasarkan alasan berikut:
a. penolakan atas permintaan informasi
berdasarkan alasan pengecualian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17;
b. tidak disediakannya informasi berkala sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9;
c.
tidak ditanggapinya permintaan informasi;
d.
permintaan informasi ditanggapi tidak sebagaimana yang diminta;
e. tidak
dipenuhinya permintaan informasi;
f. pengenaan biaya yang tidak wajar; dan/atau
g.
penyampaian
informasi yang melebihi waktu yang
diatur dalam Undang-Undang ini.
(2) Alasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sampai
dengan huruf g dapat diselesaikan secara musyawarah oleh kedua belah pihak.
Pasal 36
(1) Keberatan diajukan oleh Pemohon Informasi Publik
dalam jangka waktu paling lambat
30 (tiga puluh) hari
kerja setelah ditemukannya
alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1).
(2)
Atasan pejabat
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal
35
ayat
(1)
memberikan tanggapan atas keberatan yang diajukan oleh Pemohon Informasi Publik
dalam
jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja
sejak diterimanya keberatan secara tertulis.
(3) Alasan
…
(3) Alasan tertulis
disertakan bersama tanggapan apabila atasan pejabat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
35 ayat (1) menguatkan putusan
yang ditetapkan oleh
bawahannya.
Bagian Kedua
Penyelesaian Sengketa
Melalui Komisi Informasi
Pasal 37
(1) Upaya
penyelesaian Sengketa Informasi Publik diajukan kepada Komisi Informasi
Pusat dan/atau Komisi Informasi
provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya apabila tanggapan atasan Pejabat Pengelola
Informasi dan Dokumentasi dalam proses keberatan
tidak memuaskan Pemohon Informasi Publik.
(2) Upaya
penyelesaian Sengketa Informasi Publik diajukan dalam waktu paling lambat 14 (empat belas)
hari kerja setelah diterimanya
tanggapan tertulis dari atasan
pejabat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal
36
ayat (2).
Pasal 38
(1) Komisi
Informasi Pusat dan Komisi Informasi provinsi
dan/atau Komisi Informasi
kabupaten/kota harus mulai mengupayakan penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi paling lambat 14 (empat belas) hari kerja
setelah menerima permohonan
penyelesaian Sengketa Informasi
Publik.
(2) Proses
penyelesaian sengketa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) paling lambat dapat diselesaikan
dalam waktu 100 (seratus)
hari kerja.
Pasal 39
Putusan Komisi Informasi yang berasal dari kesepakatan
melalui Mediasi bersifat
final dan mengikat.
BAB IX …
BAB IX
HUKUM ACARA KOMISI
Bagian Kesatu
Mediasi
Pasal 40
(1) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi merupakan pilihan para pihak dan bersifat sukarela.
(2) Penyelesaian sengketa melalui
Mediasi hanya dapat dilakukan terhadap pokok perkara yang terdapat dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d,
huruf e, huruf f, dan huruf g.
(3) Kesepakatan
para pihak dalam proses Mediasi dituangkan dalam bentuk
putusan
Mediasi Komisi
Informasi.
Pasal 41
Dalam proses Mediasi anggota
Komisi Informasi berperan sebagai mediator.
Bagian Kedua
Ajudikasi
Pasal 42
Penyelesaian
Sengketa Informasi Publik melalui Ajudikasi
nonlitigasi oleh Komisi Informasi hanya dapat ditempuh apabila upaya Mediasi dinyatakan tidak berhasil secara
tertulis oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa, atau salah satu atau para pihak yang bersengketa menarik diri dari perundingan.
Pasal 43
(1) Sidang
Komisi
Informasi
yang
memeriksa dan memutus perkara paling sedikit 3 (tiga) orang anggota
komisi atau lebih dan harus berjumlah gasal.
(2) Sidang
Komisi Informasi bersifat terbuka untuk umum.
(3) Dalam
…
(3)
Dalam hal pemeriksaan yang berkaitan dengan
dokumen-dokumen yang termasuk dalam pengecualian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17,
maka sidang pemeriksaan perkara bersifat
tertutup.
(4) Anggota
Komisi Informasi wajib menjaga rahasia dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Bagian Ketiga
Pemeriksaan
Pasal 44
(1) Dalam hal Komisi
Informasi menerima
permohonan penyelesaian Sengketa Informasi
Publik, Komisi Informasi
memberikan salinan
permohonan tersebut kepada pihak termohon.
(2) Pihak termohon sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) adalah
pimpinan Badan Publik atau pejabat terkait yang ditunjuk yang didengar keterangannya dalam proses pemeriksaan.
(3) Dalam
hal pihak termohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Komisi Informasi
dapat memutus untuk
mendengar keterangan tersebut secara lisan ataupun
tertulis.
(4) Pemohon Informasi Publik
dan termohon dapat mewakilkan
kepada wakilnya yang secara khusus
dikuasakan untuk itu.
Bagian Keempat
Pembuktian
Pasal 45
(1) Badan Publik harus membuktikan hal-hal yang mendukung pendapatnya apabila menyatakan tidak dapat memberikan informasi dengan alasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan Pasal 35 ayat
(1) huruf a.
(2) |
Badan Publik
harus |
menyampaikan alasan
yang |
|
mendukung
sikapnya |
apabila
Pemohon
Informasi |
|
Publik mengajukan |
permohonan penyelesaian |
Sengketa Informasi
Publik sebagaimana diatur dalam
Pasal 35 ayat (1) huruf b sampai dengan
huruf g.
Bagian Kelima
…
Bagian Kelima
Putusan Komisi
Informasi
Pasal 46
(1)
Putusan Komisi Informasi tentang pemberian
atau penolakan akses terhadap
seluruh atau sebagian informasi yang diminta berisikan salah satu perintah di bawah ini:
a. membatalkan putusan atasan Badan Publik dan memutuskan untuk memberikan
sebagian atau seluruh informasi yang diminta oleh Pemohon Informasi Publik sesuai dengan keputusan
Komisi Informasi; atau
b. mengukuhkan putusan atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi untuk tidak memberikan informasi yang diminta sebagian atau seluruhnya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17.
(2)
Putusan Komisi Informasi tentang
pokok keberatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b sampai
dengan
huruf
g,
berisikan salah satu
perintah di bawah ini:
a. memerintahkan Pejabat Pengelola Informasi dan
Dokumentasi untuk menjalankan kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini;
b. memerintahkan Badan Publik untuk memenuhi
kewajibannya dalam jangka waktu pemberian informasi sebagaimana diatur dalam Undang- Undang ini; atau
c. mengukuhkan
pertimbangan atasan Badan Publik atau memutuskan mengenai biaya penelusuran
dan/atau penggandaan informasi.
(3) Putusan Komisi Informasi diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum, kecuali putusan yang menyangkut informasi
yang dikecualikan.
(4) Komisi Informasi wajib memberikan
salinan
putusannya kepada para pihak yang bersengketa.
(5) Apabila ada anggota komisi yang dalam memutus suatu perkara memiliki pendapat yang berbeda dari putusan
yang diambil, pendapat anggota komisi
tersebut dilampirkan dalam putusan
dan menjadi bagian tidak terpisahkan dari putusan tersebut.
BAB X …
BAB X
GUGATAN KE PENGADILAN DAN KASASI
Bagian Kesatu
Gugatan ke Pengadilan
Pasal 47
(1) Pengajuan gugatan dilakukan
melalui pengadilan tata usaha
negara apabila yang digugat adalah
Badan Publik negara.
(2) Pengajuan gugatan dilakukan melalui pengadilan negeri apabila yang
digugat
adalah
Badan Publik selain Badan Publik negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
Pasal 48
(1) Pengajuan gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) dan ayat (2) hanya dapat ditempuh apabila salah satu atau para pihak yang bersengketa
secara tertulis menyatakan tidak menerima putusan
Ajudikasi dari Komisi Informasi paling lambat 14
(empat belas) hari kerja setelah diterimanya
putusan tersebut.
(2) Sepanjang
menyangkut informasi yang dikecualikan,
sidang di Komisi Informasi
dan di pengadilan bersifat
tertutup.
Pasal 49
(1)
Putusan pengadilan tata usaha negara atau pengadilan negeri dalam penyelesaian Sengketa Informasi
Publik tentang pemberian atau penolakan
akses terhadap seluruh atau sebagian
informasi yang diminta berisi salah satu perintah
berikut:
a.
membatalkan putusan Komisi Informasi dan/atau memerintahkan Badan Publik:
1. memberikan sebagian atau seluruh informasi
yang dimohonkan oleh Pemohon
Informasi Publik; atau
2. menolak memberikan sebagian
atau seluruh informasi yang diminta
oleh
Pemohon
Informasi Publik.
b. menguatkan …
b. menguatkan putusan Komisi Informasi
dan/atau memerintahkan Badan Publik:
1. memberikan sebagian atau seluruh informasi
yang diminta oleh Pemohon Informasi Publik;
atau
2. menolak memberikan sebagian
atau seluruh informasi yang diminta
oleh
Pemohon Informasi Publik.
(2) Putusan pengadilan tata usaha negara atau pengadilan negeri dalam penyelesaian
Sengketa Informasi Publik tentang pokok keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf
b sampai dengan huruf g berisi salah satu perintah
berikut:
a. memerintahkan Pejabat Pengelola
Informasi dan Dokumentasi untuk
menjalankan kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau memerintahkan untuk memenuhi jangka waktu pemberian
informasi sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini;
b. menolak permohonan Pemohon Informasi
Publik;
atau
c. memutuskan biaya penggandaan informasi.
b. Pengadilan
tata usaha negara atau pengadilan
negeri memberikan salinan putusannya
kepada para pihak yang bersengketa.
Bagian Kedua
Kasasi
Pasal 50
Pihak
yang
tidak
menerima
putusan
pengadilan tata
usaha negara atau pengadilan negeri dapat mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung paling lambat dalam
waktu 14 (empat belas) hari sejak diterimanya putusan pengadilan tata usaha negara
atau pengadilan negeri.
BAB XI …
BAB XI KETENTUAN
PIDANA
Pasal 51
Setiap Orang
yang
dengan
sengaja menggunakan Informasi
Publik secara melawan
hukum
dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu)
tahun
dan/atau
pidana denda paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Pasal 52
Badan Publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, tidak memberikan, dan/atau tidak menerbitkan Informasi
Publik berupa Informasi Publik secara berkala,
Informasi Publik yang wajib diumumkan
secara serta-merta, Informasi
Publik yang wajib tersedia setiap saat, dan/atau
Informasi Publik yang harus diberikan atas dasar permintaan sesuai dengan Undang-Undang ini, dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain dikenakan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Pasal 53
Setiap Orang yang dengan sengaja dan melawan
hukum menghancurkan, merusak, dan/atau menghilangkan dokumen Informasi
Publik dalam bentuk media apa pun yang
dilindungi negara dan/atau
yang berkaitan dengan kepentingan umum dipidana
dengan
pidana
penjara
paling lama 2 (dua) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Pasal 54
(1) Setiap
Orang yang dengan
sengaja dan
tanpa hak mengakses dan/atau memperoleh dan/atau memberikan informasi
yang
dikecualikan
sebagaimana diatur dalam Pasal 17 huruf a, huruf b, huruf
d, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, dan huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun
dan pidana denda paling banyak
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
(2) Setiap
…
(2) Setiap
Orang yang dengan
sengaja dan
tanpa hak mengakses dan/atau memperoleh dan/atau memberikan informasi
yang
dikecualikan
sebagaimana diatur dalam Pasal 17 huruf c dan huruf
e, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga)
tahun dan pidana denda paling banyak Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).
Pasal 55
Setiap Orang yang dengan sengaja
membuat Informasi Publik yang tidak benar atau menyesatkan
dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Pasal 56
Setiap pelanggaran yang dikenai sanksi pidana dalam
Undang-Undang ini dan juga diancam dengan sanksi
pidana dalam Undang-Undang lain yang bersifat
khusus, yang berlaku adalah sanksi pidana dari Undang-Undang yang lebih khusus tersebut.
Pasal 57
Tuntutan pidana berdasarkan Undang-Undang ini merupakan delik aduan dan diajukan melalui peradilan
umum.
BAB XII KETENTUAN
LAIN-LAIN
Pasal 58
Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran
ganti rugi oleh Badan Publik negara diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XIII KETENTUAN
PERALIHAN
Pasal 59
Komisi Informasi
Pusat harus sudah dibentuk paling lambat 1 (satu) tahun sejak
diundangkannya Undang- Undang ini.
Pasal 60 …
Pasal 60
Komisi Informasi provinsi harus sudah dibentuk
paling lambat 2 (dua) tahun sejak
diundangkannya Undang- Undang ini.
Pasal 61
Pada saat diberlakukannya
Undang-Undang ini Badan Publik harus melaksanakan kewajibannya berdasarkan Undang-Undang.
Pasal 62
Peraturan Pemerintah sudah harus ditetapkan sejak diberlakukannya Undang-Undang ini.
BAB XIV KETENTUAN PENUTUP
Pasal 63
Pada saat berlakunya Undang-Undang ini semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perolehan informasi
yang
telah
ada tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan
dan belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal 64
(1)
Undang-Undang ini mulai berlaku 2 (dua) tahun sejak tanggal diundangkan.
(2) Penyusunan dan penetapan Peraturan Pemerintah, petunjuk teknis, sosialisasi,
sarana dan prasarana, serta hal-hal
lainnya yang terkait dengan
persiapan pelaksanaan Undang-Undang ini harus rampung paling lambat 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Agar …
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Disahkan di
pada tanggal
30 April 2008
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di
pada
tanggal 30 April
2008
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI
MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 61
PENJELASAN ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2008
TENTANG
KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK
I. UMUM
Dalam Undang-Undang
Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun
1945 Pasal 28 F disebutkan
bahwa setiap Orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh Informasi untuk mengembangkan
pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, dan menyimpan
Informasi dengan menggunakan
segala jenis saluran yang tersedia.
Untuk memberikan jaminan
terhadap semua orang dalam memperoleh Informasi, perlu
dibentuk undang-undang yang mengatur
tentang keterbukaan Informasi Publik.
Fungsi maksimal ini diperlukan,
mengingat hak untuk memperoleh Informasi merupakan hak asasi manusia sebagai
salah satu wujud
dari kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis.
Salah satu elemen penting dalam mewujudkan
penyelenggaraan negara yang terbuka
adalah hak publik untuk memperoleh
Informasi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Hak atas Informasi
menjadi sangat penting karena makin
terbuka penyelenggaraan negara
untuk diawasi publik,
penyelenggaraan negara
tersebut makin dapat dipertanggungjawabkan. Hak setiap Orang untuk memperoleh Informasi juga relevan untuk meningkatkan kualitas pelibatan masyarakat dalam proses pengambilan
keputusan publik. Partisipasi
atau pelibatan masyarakat tidak banyak berarti tanpa jaminan keterbukaan Informasi Publik.
Keberadaan Undang-undang tentang Keterbukaan Informasi Publik
sangat penting sebagai landasan hukum yang berkaitan dengan (1)
hak setiap Orang untuk memperoleh
Informasi; (2) kewajiban Badan
Publik menyediakan dan melayani permintaan Informasi secara cepat, tepat waktu, biaya ringan/proporsional,
dan cara sederhana;
(3) pengecualian bersifat ketat dan terbatas; (4) kewajiban Badan Publik untuk membenahi
sistem dokumentasi dan pelayanan
Informasi.
Setiap …
Setiap Badan Publik mempunyai kewajiban untuk membuka akses atas Informasi Publik yang berkaitan dengan Badan Publik tersebut untuk masyarakat luas. Lingkup Badan Publik
dalam
Undang- undang ini meliputi lembaga
eksekutif, yudikatif, legislatif, serta penyelenggara negara lainnya
yang mendapatkan dana dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
dan
mencakup pula organisasi nonpemerintah, baik yang berbadan
hukum maupun yang tidak
berbadan hukum, seperti lembaga swadaya
masyarakat, perkumpulan, serta organisasi
lainnya yang mengelola
atau menggunakan dana yang sebagian
atau seluruhnya bersumber dari APBN/APBD, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri. Melalui mekanisme dan pelaksanaan prinsip keterbukaan, akan tercipta kepemerintahan yang baik dan peran serta masyarakat yang transparan dan akuntabilitas yang tinggi sebagai salah satu prasyarat
untuk mewujudkan demokrasi yang hakiki.
Dengan
membuka akses publik terhadap Informasi diharapkan Badan Publik termotivasi untuk bertanggung
jawab dan berorientasi pada pelayanan rakyat yang sebaik-baiknya. Dengan demikian, hal itu
dapat mempercepat perwujudan
pemerintahan yang terbuka yang
merupakan upaya strategis mencegah
praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), dan terciptanya kepemerintahan yang baik (good
governance).
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas. Pasal 2
Ayat
(1)
Cukup jelas. Ayat (2)
Cukup jelas. Ayat (3)
Yang dimaksud
dengan “tepat waktu”
adalah pemenuhan atas permintaan
Informasi dilakukan
sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dan peraturan pelaksanaannya.
“Cara …
“Cara sederhana” adalah Informasi yang diminta dapat
diakses secara mudah dalam hal prosedur
dan mudah juga untuk dipahami.
“Biaya ringan” adalah biaya yang dikenakan secara proporsional berdasarkan standar
biaya pada umumnya.
Ayat (4)
Yang dimaksud
dengan “konsekuensi yang timbul”
adalah konsekuensi yang membahayakan
kepentingan yang dilindungi berdasarkan Undang-Undang ini apabila suatu Informasi dibuka. Suatu Informasi yang dikategorikan terbuka atau tertutup
harus didasarkan pada kepentingan publik. Jika kepentingan publik yang lebih besar dapat dilindungi dengan menutup suatu Informasi,
Informasi tersebut harus dirahasiakan
atau ditutup dan/atau sebaliknya.
Pasal 3
Cukup jelas. Pasal 4
Cukup jelas. Pasal 5
Cukup jelas. Pasal 6
Ayat
(1)
Cukup jelas. Ayat (2)
Cukup jelas. Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud
dengan “membahayakan negara” adalah bahaya terhadap
kedaulatan negara, keutuhan
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,
dan keselamatan bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Lebih lanjut mengenai Informasi yang membahayakan negara ditetapkan oleh Komisi Informasi.
huruf b …
Pasal 7
Yang
dimaksud dengan “persaingan usaha tidak sehat” adalah persaingan antarpelaku usaha dalam menjalankan
kegiatan produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa
yang
dilakukan dengan
cara tidak jujur, melawan hukum, atau menghambat
persaingan usaha. Lebih lanjut mengenai Informasi
persaingan usaha tidak sehat ditetapkan oleh Komisi
Informasi.
Huruf c
Cukup jelas. Huruf d
Yang dimaksud dengan “rahasia jabatan” adalah
rahasia yang menyangkut tugas dalam suatu jabatan Badan Publik atau tugas negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan
peraturan perundang- undangan.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “Informasi Publik
yang diminta belum dikuasai atau didokumentasikan” adalah Badan Publik secara nyata belum menguasai
dan/atau mendokumentasikan Informasi Publik dimaksud.
Cukup jelas. Pasal 8
Cukup jelas. Pasal 9
Ayat
(1)
Yang
dimaksud
dengan “berkala” adalah secara rutin, teratur, dan dalam jangka
waktu tertentu.
Ayat
(2) Huruf a
Yang dimaksud dengan “Informasi
yang berkaitan dengan Badan Publik” adalah Informasi yang menyangkut keberadaan, kepengurusan, maksud dan
tujuan, ruang lingkup kegiatan, dan Informasi lainnya
yang merupakan Informasi
Publik yang sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan
huruf b …
yang dimaksud kinerja Badan Publik adalah kondisi
Badan Publik yang bersangkutan yang meliputi hasil dan prestasi yang dicapai
serta kemampuan kerjanya.
Huruf c
Cukup jelas. Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas. Ayat (4)
Cukup jelas. Ayat (5)
Cukup jelas. Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 10
Ayat (1)
Yang dimaksud
dengan “serta-merta” adalah spontan, pada
saat itu juga.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas. Pasal 12
Cukup jelas. Pasal 13
Cukup jelas. Pasal 14
Huruf a
Cukup jelas.
huruf b …
Huruf b
Cukup jelas. Huruf c
Cukup jelas. Huruf d
Cukup jelas. Huruf e
Cukup jelas. Huruf f
Cukup jelas. Huruf g
Cukup jelas. Huruf h
Yang dimaksud dengan:
1. |
“transparansi” |
adalah keterbukaan dalam |
|
melaksanakan |
proses pengambilan keputusan dan |
keterbukaan dalam mengemukakan Informasi
materiil
dan relevan
mengenai perusahaan;
2. “kemandirian” adalah suatu
keadaan
di
mana
perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan
kepentingan dan pengaruh/tekanan
dari
pihak mana pun yang tidak sesuai dengan
peraturan perundang- undangan dan prinsip
korporasi yang sehat;
3. “akuntabilitas” adalah kejelasan fungsi, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara
efektif;
4. “pertanggungjawaban”
adalah kesesuaian di dalam
pengelolaan perusahaan terhadap peraturan
perundang-undangan dan prinsip
korporasi yang sehat;
5. “kewajaran” adalah keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak pemangku kepentingan (stakeholder) yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan.
Huruf i
Cukup jelas.
huruf j …
Huruf k
Cukup jelas. Huruf l
Cukup jelas. Huruf m
Cukup jelas. Huruf n
Yang dimaksud
dengan ”undang-undang yang berkaitan dengan badan usaha milik negara/badan
usaha milik daerah” adalah Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Undang-Undang Nomor
40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, serta Undang- Undang yang mengatur
sektor kegiatan usaha badan usaha
milik negara/badan usaha milik daerah yang berlaku umum
bagi seluruh pelaku usaha
dalam sektor kegiatan usaha tersebut.
Pasal 15
Huruf a
Cukup jelas. Huruf b
Cukup jelas. Huruf c
Cukup jelas. Huruf d
Cukup jelas. Huruf e
Cukup jelas. Huruf f
Cukup jelas.
huruf g …
Huruf g
Yang dimaksud
dengan “undang-undang yang berkaitan dengan partai politik” adalah Undang-Undang tentang
Partai Politik.
Pasal 16
Yang dimaksud
dengan “organisasi nonpemerintah” adalah organisasi baik berbadan hukum maupun
tidak berbadan hukum yang meliputi perkumpulan, lembaga swadaya masyarakat, badan usaha nonpemerintah
yang sebagian atau seluruh dananya bersumber
dari APBN/APBD, sumbangan
masyarakat, dan/atau luar negeri.
Pasal 17
Huruf a
Cukup jelas. Huruf b
Cukup jelas. Huruf c
Angka 1
Yang dimaksud dengan “Informasi yang terkait
dengan sistem pertahanan dan keamanan negara” adalah Informasi tentang:
1. infrastruktur pertahanan pada kerawanan: sistem komunikasi strategis pertahanan, sistem pendukung strategis pertahanan, pusat pemandu, dan pengendali operasi militer;
2. gelar operasi
militer pada
perencanaan operasi
militer, komando dan kendali operasi militer,
kemampuan operasi satuan militer
yang digelar, misi taktis operasi
militer, gelar taktis operasi militer, tahapan dan waktu gelar taktis operasi militer, titik-titik kerawanan gelar militer, dan kemampuan, kerawanan, lokasi,
serta analisis kondisi fisik
dan moral musuh;
3 sistem persenjataan pada
spesifikasi teknis operasional alat persenjataan
militer, kinerja dan kapabilitas teknis operasional alat
persenjataan militer, kerawanan
sistem persenjataan militer, serta rancang bangun dan purwarupa
persenjataan militer;
Angka 2 …
Angka 2
Cukup jelas. Angka 3
Cukup jelas. Angka 4
Cukup jelas. Angka 5
Cukup jelas. Angka 6
Yang dimaksud dengan “sistem persandian
negara” adalah segala sesuatu
yang berkaitan dengan pengamanan Informasi rahasia negara yang meliputi
data dan Informasi tentang material
sandi dan jaring yang digunakan, metode dan teknik aplikasi persandian, aktivitas penggunaannya, serta kegiatan
pencarian dan pengupasan Informasi bersandi pihak lain
yang meliputi data dan Informasi material sandi yang digunakan, aktivitas pencarian dan analisis, sumber Informasi bersandi,
serta hasil analisis dan personil sandi yang melaksanakan.
Angka 7
Yang dimaksud dengan “sistem intelijen negara” adalah suatu sistem yang mengatur
aktivitas badan intelijen yang disesuaikan
dengan strata masing- masing agar lebih terarah dan terkoordinasi secara efektif, efisien, sinergis,
dan profesional dalam
mengantisipasi berbagai bentuk dan sifat potensi ancaman ataupun peluang yang ada sehingga hasil analisisnya
secara akurat, cepat,
objektif, dan relevan yang dapat mendukung dan menyukseskan
kebijaksanaan dan strategi
nasional.
Huruf d
Cukup jelas. Huruf e
Cukup jelas. Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g …
Huruf g
Cukup jelas. Huruf h
Cukup jelas. Huruf i
“Memorandum yang
dirahasiakan” adalah memorandum atau surat-surat antar-Badan Publik atau intra-Badan Publik yang menurut
sifatnya
tidak
disediakan untuk
pihak selain Badan Publik yang sedang
melakukan hubungan dengan Badan
Publik dimaksud dan apabila dibuka dapat secara serius merugikan
proses penyusunan kebijakan, yakni dapat:
1. mengurangi kebebasan, keberanian,
dan kejujuran
dalam pengajuan usul, komunikasi,
atau pertukaran gagasan sehubungan dengan proses pengambilan
keputusan;
2. menghambat kesuksesan
kebijakan
karena
adanya
pengungkapan secara prematur;
3. mengganggu keberhasilan dalam suatu proses negosiasi yang akan atau sedang dilakukan.
Huruf j
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas. Pasal 19
Cukup jelas. Pasal 20
Cukup jelas. Pasal 21
Cukup jelas. Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23 …
Pasal 23
Yang dimaksud
dengan “mandiri” adalah independen
dalam menjalankan wewenang serta tugas dan fungsinya termasuk
dalam memutuskan Sengketa Informasi
Publik dengan berdasar
pada Undang-Undang ini, keadilan,
kepentingan umum, dan kepentingan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Yang dimaksud “Ajudikasi nonlitigasi” adalah penyelesaian sengketa Ajudikasi
di luar pengadilan yang putusannya memiliki kekuatan setara
dengan putusan pengadilan.
Pasal 24
Cukup jelas. Pasal 25
Cukup jelas. Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas. Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “prosedur pelaksanaan
penyelesaian sengketa” adalah prosedur
beracara di bidang penyelesaian sengketa Informasi yang dilakukan
oleh Komisi Informasi.
Huruf b
Cukup jelas. Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas. Pasal 27
Ayat
(1) Huruf a
Cukup jelas. Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c …
Huruf c
Cukup jelas. Huruf d
Cukup jelas. Huruf e
Yang dimaksud
dengan “kode etik” adalah pedoman perilaku yang mengikat setiap anggota Komisi Informasi,
yang penetapannya dilakukan oleh Komisi Informasi Pusat.
Ayat (2)
Cukup jelas. Ayat (3)
Cukup jelas. Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas. Pasal 29
Ayat
(1)
“Pejabat
pelaksana
kesekretariatan” adalah pejabat struktural instansi
pemerintah yang tugas dan fungsinya
di bidang komunikasi dan informatika sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “pemerintah” adalah menteri yang
mempunyai tugas dan fungsi
di
bidang
komunikasi dan informatika.
Ayat (3)
Cukup jelas. Ayat (4)
Cukup jelas. Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6) …
Pasal 30
Ayat
(1) Huruf a
Cukup jelas. Huruf b
Cukup jelas. Huruf c
Cukup jelas. Huruf d
Cukup jelas. Huruf e
Cukup jelas. Huruf f
Cukup jelas. Huruf g
Cukup jelas. Huruf h
Cukup jelas. Huruf i
“Sehat jiwa dan raga” dibuktikan
melalui surat keterangan tim penguji kesehatan
resmi yang ditetapkan oleh pemerintah.
Yang dimaksud dengan ”terbuka”
adalah bahwa Informasi setiap tahapan proses rekrutmen harus diumumkan bagi publik.
Yang dimaksud dengan ”jujur” adalah bahwa proses rekrutmen berlangsung adil dan nondiskriminatif berdasarkan Undang-Undang ini.
Yang dimaksud
dengan ”objektif” adalah bahwa proses
rekrutmen harus mendasarkan pada kriteria yang diatur oleh Undang-Undang ini.
Ayat (2) …
Ayat (3)
Cukup jelas. Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas. Pasal 32
Cukup jelas. Pasal 33
Cukup jelas. Pasal 34
Ayat
(1)
Cukup jelas. Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas. Huruf b
Cukup jelas. Huruf c
Cukup jelas. Huruf d
Cukup jelas. Huruf e
Cukup jelas. Huruf f
Yang dimaksud dengan “tindakan tercela” adalah mencemarkan martabat dan reputasi dan/atau mengurangi kemandirian dan kredibilitas Komisi Informasi.
Ayat
(3)
Cukup jelas.
Ayat (4) …
Ayat
(4)
Yang dimaksud dengan “penggantian
antarwaktu anggota Komisi Informasi” adalah pengangkatan anggota Komisi Informasi
baru
untuk menggantikan anggota
Komisi Informasi yang telah berhenti atau diberhentikan
sebagaimana dimaksud Pasal 35 ayat (1) sebelum masa
jabatannya berakhir.
Ayat (5)
Cukup jelas. Pasal 35
Ayat
(1)
Pengajuan
keberatan secara tertulis
kepada atasan Pejabat
Pengelola Informasi dan Dokumentasi sekurang-kurangnya berisikan nama dan/atau instansi asal pengguna
Informasi, alasan mengajukan keberatan, tujuan menggunakan Informasi, dan kasus posisi
permintaan Informasi
dimaksud.
Yang dimaksud dengan “atasan Pejabat Pengelola Informasi
dan Dokumentasi” adalah pejabat
yang merupakan atasan
langsung pejabat yang bersangkutan
dan/atau atasan dari atasan langsung
pejabat yang bersangkutan.
Huruf a
Cukup jelas. Huruf b
Cukup jelas. Huruf c
Yang dimaksud dengan “ditanggapi” adalah respons
dari Badan Publik sesuai dengan ketentuan
pelayanan yang telah diatur
dalam petunjuk teknis pelayanan Informasi Publik.
Huruf d
Cukup jelas. Huruf e
Cukup jelas. Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g …
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas. Pasal 37
Ayat
(1)
Upaya
penyelesaian Sengketa Informasi
Publik
melalui Komisi Informasi hanya dapat diajukan setelah melalui
proses keberatan kepada atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas. Pasal 39
Cukup jelas. Pasal 40
Cukup jelas. Pasal 41
Cukup jelas. Pasal 42
Cukup jelas. Pasal 43
Cukup jelas. Pasal 44
Cukup jelas. Pasal 45
Cukup jelas. Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47 …
Gugatan
terhadap Badan Publik negara yang terkait dengan
kebijakan pejabat tata usaha negara dilaksanakan
oleh Pengadilan Tata
Usaha
Negara sesuai dengan kewenangannya berdasarkan Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas. Pasal 49
Cukup jelas. Pasal 50
Cukup jelas. Pasal 51
Yang
dikenakan sanksi dalam ketentuan ini meliputi
setiap orang perseorangan, kelompok orang,
badan hukum, atau Badan
Publik sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang ini.
Pasal 52
Yang
dapat dikenakan sanksi
pidana terhadap tindak pidana
yang dilakukan oleh korporasi dijatuhkan kepada:
a. badan hukum, perseroan, perkumpulan, atau yayasan;
b. mereka yang memberi
perintah melakukan tindak pidana atau yang
bertindak sebagai pimpinan dalam melakukan tindak pidana; atau
c.
kedua-duanya. Pasal 53
Yang
dikenakan sanksi dalam ketentuan ini meliputi
setiap orang perseorangan atau kelompok
orang atau badan hukum
atau Badan Publik sebagaimana
dimaksud dalam Undang- Undang ini.
Pasal 54 …
Yang dikenakan sanksi dalam ketentuan ini meliputi setiap orang perseorangan atau kelompok orang atau badan
hukum atau Badan Publik sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang ini.
Ayat
(2)
Yang dikenakan sanksi dalam ketentuan ini meliputi setiap orang perseorangan atau kelompok orang atau badan
hukum atau Badan Publik sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang ini.
Pasal 55
Yang
dikenakan sanksi dalam ketentuan ini meliputi
setiap orang perseorangan atau kelompok
orang atau badan hukum
atau Badan Publik sebagaimana
dimaksud dalam Undang- Undang ini.
Pasal 56
Cukup jelas. Pasal 57
Cukup jelas. Pasal 58
Cukup jelas. Pasal 59
Cukup jelas. Pasal 60
Cukup jelas. Pasal 61
Cukup jelas. Pasal 62
Cukup jelas. Pasal 63
Cukup jelas. Pasal 64
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4846
Comments
Post a Comment